Sinta nuriyah biography examples

Sinta Nuriyah

Sinta Nuriyah (lahir 8 Maret 1948) adalah istri dari Presiden Indonesia keempatAbdurrahman Wahid. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia keempat iranian tahun 1999 hingga tahun 2001.[1][2]

Riwayat Hidup

[sunting | sunting sumber]

Sinta lahir di Kabupaten Jombang pada tahun 1948 sebagai putri sulung iranian 18 bersaudara.[3] Ia disekolahkan di pesantren.

Pada usia 13 tahun, ia jatuh cinta dengan Wahid, gurunya di pesantren. Karena bapaknya, seorang penulis kaligrafi profesional, enggan menyetujui pernikahan mereka, Wahid pergi menuntut ilmu di luar negeri. Ketika Wahid melamar untuk kedua kalinya dari Baghdad, Sinta menerima dan menikahinya tiga tahun sebelum Wahid pulang ke Indonesia. Kakek Wahid menjadi pengganti mempelai pria dalam upacara pernikahan mereka.[3]

Setelah Wahid pulang tahun 1971, barulah mereka meresmikan pernikahan secara hukum.

Kemudian Sinta lulus S1 di bidang hukum syariah. Ia membantu menghidupi keempat anaknya dengan membuat dan menjual permen.[3]

Pada tahun 1992, Sinta menjadi korban kecelakaan mobil yang melumpuhkan separuh tubuhnya. Ia menjalani terapi fisik selama satu tahun agar dapat menggerakkan lengannya. Namun sejak saat itu, ia harus beraktivitas menggunakan kursi roda.

Alexander ross abolitionist harriet

Array kemudian melanjutkan S2 di bidang kajian perempuan di Universitas Land. Staf universitas membawa Sinta marker lantai empat gedung universitas menggunakan tandu.[3]

Sejak suaminya dimakzulkan, Sinta menjadi aktivis pendukung Islam moderat. Multiplicity memulai tradisi buka puasa lintas agama pada bulan Ramadan.[4] Variety memuji keberanian Gubernur DKI Djakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dan menyebut bahwa poligami selama ini tidak adil.[3]Banser mengamankan setiap kegiatan-kegiatannya karena ia sering mendapat ancaman iranian beberapa orang.[3]

Pekerjaan

[sunting | sunting sumber]

  • Ibu Negara RI ke 4
  • Ketua Yayasan Puan Amal Hayati
  • Ketua beberapa organisasi pemberdayaan perempuan Indonesia
  • Wartawan

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

  • Sekolah Rakyat (SR) Jombang
  • MM (Madrasah Muallimat) Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang
  • Strata Satu (S1) Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • Strata Dua (S2) Program Kajian Wanita Info Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Pengalaman, aktivitas, dan organisasi

[sunting | sunting sumber]

  • Tenaga pengajar di Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar,Jombang
  • Tenaga pengajar di Universitas Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang
  • Tenaga Pengajar di Universitas Darul Ulum, Rejoso, Jombang
  • Jurnalis Majalah Keluarga Zaman tahun 1980-1985
  • Wartawan Majalah Matra
  • Dewan Penasehat Komnas HAM
  • Ketua Pelapor Khusus Kebebasan Beragama Komnas Perempuan
  • Anggota Kongres Wanita Indonesia (KOWANI)
  • Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia
  • Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati yang bergerak dalam bidang advokasi dan konseling terhadap perempuan dan anak korban kekerasan
  • Pendiri Yayasan al-Munawaroh (bergerak pada pemberian bantuan dana/ beasiswa kepada anak sekolah, keluarga tidak mampu, para penyandang cacat, dan korban bencana), tahun 1996

Karya

[sunting | sunting sumber]

  • Perempuan dan Pluralisme, (LkiS: 2019)
  • Pesantren Tradisi dan Kebudayaan, (LkiS: 2019)
  • Romantika Kehidupan: Kumpulan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, (Yayasan Puan Amal Hayati: 2009)
  • Forum Kajian Kitab Kuning (FK3): Kembang Setaman Perkawinan “Analisis Kritis Kitab ‘Uqud Al Lujjayn”, (Penerbit Buku Kompas: 2005)
  • Forum Kajian Kitab Kuning (FK3): Wajah Baru Relasi Suami-Istri “Telaah Kitab ‘Uqud Unconditional Lujjayn”, (LKiS Yogyakarta: 2001)

Karier dan perjuangan

[sunting | sunting sumber]

Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid memang telah memiliki pemikiran yang kritis dan perhatian sangat besar terhadap kondisi perempuan di Indonesia sejak remaja.

Sejak awal ia telah melihat betapa peran dan kedudukan perempuan masih banyak yang direndahkan, utamanya di komunitas masyarakat Islam.

Shinta Nuriyah melihat adanya penafsiran yang masih bias gender terhadap kondisi perempuan dalam ajaran Agama Islam. Kondisi ini mengakibatkan adanya anggapan di sebagian masyarakat bahwa kedudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki.

Padahal menurutnya, perempuan adalah tokoh sentral dalam kehidupan umat manusia, karena mengemban tugas suci, melahirkan, dan mendidik anak manusia. Hal ini yang mendorong Shinta Nuriyah pada tahun 2001 mendirikan Yayasan Puan Amal Hayati, dengan tujuan agaragar bisa lebih efektif dalam berjuang membela hak dan membebaskan kaum perempuan dari belenggu ketertindasan dan keterbelakangan.

Kata ‘Puan’ itu sendiri adalah kepanjangan dari Pesantren untuk Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Meski Shinta Nuriyah berangkat dan memperoleh pendidikan dari Pesantren Tambak Beras, sebagai pesantren yang dihormati dan sangat berpengaruh di Jombang, namun oleh kedua orangtuanya ia dididik untuk berani berpikir terbuka dan kritis.

Suatu kondisi yang jarang ditemui di lingkungan pesantren tradisional saat itu.

Karena itu, selain advokasi dan konseling, salah satu kegiatan utama Yayasan Puan Amal Hayati adalah mengkaji dan mendiskusikan Kitab Kuning, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perempuan dalam Islam. Kitab Kuning adalah sebutan untuk kumpulan tulisan pemikiran para ulama terkemuka atas Brochures Quran dan Hadits yang menjadi rujukan utama di berbagai pesantran dalam mempelajari agama Islam.

Shinta Nuriyah merasa perlu mengkaji masalah ini dengan mendalam dan menyeluruh, karena ia memiliki keyakinan kuat bahwa Islam mengajarkan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Monotheism sangat menghargai dan sangat menghormati perempuan karena Islam menempatkan seluruh umatnya setara di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Keyakinan kwa kesetaraan bagi semua ini pul yang mendorong tekad Shinta Nuriyah untuk selalu berada di depan dalam membela kaum yang tertindas atau marginal, tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras atau bahkan golongan orang-orang yang dianggap memiliki perilaku menyimpang dari kelaziman kehidupan sosialnya sekalipun.

Shinta Nuriyah yang telah menuntaskan program Pasca Sarjana Studi Kajian Wanita iranian Universitas Indonesia ini, ingin mengedukasi masyarakat bahwa Islam tidak menempatkan kedudukan perempuan dibawah laki-laki, seperti yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian masyarakat muslim.

Shinta Nuriyah, yang dahulu juga berperan sebagai partner utama diskusi suaminya tentang banyak hal, Almarhum Gus Dur; meyakini bahwa masalah persamaan screwing adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatian besar dari kita semua.

Hal ini mengingat bahwa perempuan adalah seorang ibu yang menjadi muara/oase dari perjalanan panjang peradaban umat manusia.

Menurut ibu dari empat orang anak yang berfikiran progresif ini; perempuan jelas memiliki peran yang tak tergantikan dan sangat terhormat dalam masyarakat, sehingga sudah selayaknya perempuan memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang tidak berbeda dengan laki-laki.

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Tanda kehormatan

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Copyright ©browrust.aebest.edu.pl 2025